Disinilah aku kembali menulis. Terinspirasi dan mungkin terdorong untuk menulis setelah membaca beberapa lembar tulisan bang Faris, mahasiswa S3 - Hubungan Internasional di Ankara University, Turki, yang terkenal sangat memperhatikan mode di kalangan mahasiswa lainnya di Ankara.
Kali ini tulisan ini akan benar-benar aku bungkus dalam bahasa ibuku sendiri, bahasa Indonesia. Pertama, karena tidak ada penjelasan spesifik untuk siapa kata 'dia' ditujukan, seperti yang kita selalu temukan dalam bahasa Inggris. Kedua, karena aku hanya ingin berbagi tulisan ini kepada mereka yang jelas-jelas mengerti maksud dari setiap kata yang ku ketik. Supaya lebih jelas: mengerti maksud, bukan mengerti siapa yang aku bicarakan. Meskipun ada mesin penerjemah, tetap saja kalau tidak mengerti konteks secara mendasar, tulisan ini sulit untuk ditebak. Baiklah, mari kita mulai.
Jujur tangan ini gatal untuk menuangkan konflik antara pikiran dan perasaan. Sekali lagi aku harus jujur bahwa kali ini adalah pertama kalinya aku kembali menulis mengenai 'perasaan' setelah... hmm jaman SMP, kalau tidak salah. Aku belakangan ini dihadapkan oleh sesuatu yang tampaknya remeh. Rasa kagum terhadap seseorang. Pikiranku dengan rasionalnya berkata bahwa kagum adalah kagum dan tidak ada penjelasan lainnya yang menyimpang tentang kata tersebut. Tapi perasaan ini berkata lain. Duh, gawat. Perasaan mengingatkanku bahwa 'semua' berawal dari kagum.
Disini adalah tantangannya. Terkadang ingin sekali berbagi kepada teman-teman dekat mengenai siapa dirinya. Perasaan lega sekali ketika berbagi cerita tentang dirinya kepada orang lain. Karena dengan begitu akan ada beberapa pikiran yang hadir terhadap satu perasaan. Hal itu mungkin dapat membuat diri menjadi semakin rasional, bukan? Tapi tampaknya sulit rasanya untuk mengungkapkan sesuatu yang kita sendiripun bingung apa itu sesungguhnya. Huh.
Masih terus mencoba menggali apa yang benar-benar disana. Berharap itu semua hanya sekedar kagum dan tidak lebih dari itu. Kita lihat saja nanti...
Walaupun... aku tahu pasti akan ada orang-orang yang tersenyum nakal atau bahkan tertawa membaca tulisanku ini. Tapi ya sudahlah aku mengerti perasaan mereka yang sudah tahu siapa dibalik semua ini. Haha. Sama halnya seperti aku. Benar-benar sadar sedang berlagak seperti anak yang baru merasakan cinta monyet dan menulisnya dalam blog.
Hanya bisa tersenyum malu-malu, kawan...